DARI KOPI
Kopi merupakan salah satu minuman yang digemari sebagian besar manusia di belahan bumi manapun di dunia ini. Karena itu, tak salah berbagai perusahaan besar maupun kecil ramai-ramai produksi biji harum tersebut. Tak salah, karena kopi yang untuk diminum harus di sangrai tersebut, selalu digandrungi masyarakat. Dari acara formal maupun acara ‘tongkrongan’ tua muda, kopi tak pernah absen dari cangkir mereka. Di kota atau di desa, kopi tak mengenal yang miskin ataupun yang kaya. Suatu mitos menyebutkan, bahwa kopi bisa menjadi sarana pengakrab tali persahabatan. Dan terakhir, kopi menghasil berbagai penelitian yang menyebutkan bahwa ternyata, dengan minum kopi, orang bisa menjadi lebih bisa menjadi “positif”. Tuh kan?
KE WARUNG KOPI DI BOYOLANGU
Di desa saya, Boyolangu kopi menjadi rutinitas. Bahkan saya sendiri, harus minum kopi di warung kopi walaupun ibu saya sudah menyeduhkan tiap pagi. Hal itu saya lakukan karena saya merasa dengan minum kopi di warung kopi (lagi), saya bisa bertemu dengan teman-teman sekampung di salah satu desa di Kabupaten Tulungagung itu. Dan lagi (-lagi), kadang-kadang saya mendapatkan inspirasi tentang sesuatu di tempat berkumpulnya orang-orang nongkrong tersebut.
Lho, apa di warung kopi Cuma ngobrol ‘ngalor-ngidul’ gak jelas? Ya enggak lah…
Disana ada berbagai topik pembicaraan. Dari mulai ‘ngrasani’ tetangga yang anaknya nikah dini, sampai bicarain sepeda motor yang dijual tetangga dari harga sampai kedaan.. Dengan durasi lebih dari 30 menit, kadang-kadang lebih meyakinkan dari pada iklan di tv. He he…
CETHE
Warung kopi juga menjadi ajang pembuatan cethe. Pencoretan endapan kopi pada rokok tersebut menjadi ciri khas di daerah kami dan sekitarnya. Rasa rokok menjadi lebih sedap ketika dinikmati adalah sebuah harapan dari proses cethe. Lebih nikmat atau tidak, itu lagi-lagi bergantung pada selera. Mungkin untuk sebagian besar daerah yang tidak mengenal cethe, rasa nikmat itu tidak begitu terasa. Yang jelas, bagi kami, cethe menjadi sebuah kegiatan yang hampir pasti kami lakukan di Tulungagung.
PROSES PEMBUATANNYA
Untuk membuat cethe tidaklah begitu sulit. Cukup dengan menuang kopi yang masih panas dan baru saja di aduk ke dalam ‘lepek’ (sejenis piring kecil). Setelah di tuang dan di diamkan beberapa saat, bagian endapan di bawahlah yang akan di proses lebih lanjut. Untuk mengurangi kadar air dalam cethe, bisa di tempelkan kertas koran yang sudah di gunting kecil-kecil atau bisa juga menggunakan kertas tisu. Setelah kadar air berkurang, bisa di tambahkan beberapa tetes susu untuk mencegah coretan cethe pada rokok mudah rusak. Vanili di pergunakan untuk menambah harum aroma asap. Tapi tidak semua orang menggunakan vanili. Korek api kayu yang sudah di pakai bisa digunakan sebagai salah satu alat untuk alat pena atau pencoretannya. Dengan diruncingkan terlebih dahulu sesuai dengan selera motif yang akan di gambar, korek api kayu sudah siap di gunakan. Selain diruncingkan, dengan proses pembakaran lagi pada ujungnya bisa menjadi alternatif yang baik. Ujung korek kayu yang sudah dibakar tersebut akan di bentuk meruncing dengan menggoreskan pada koran atau lantai dan pena siap digunakan.
Memiringkan lepek akan membuat cairan cethe mengumpul di salah satu bagian pinggir lepek. Hal itu Cuma untuk mempermudah saja. Soalnya kadang-kadang, jika si orang tersebut menginginkan cethe lebih banyak, maka proses pendiaman setelah pengadukan kopi Cuma sebentar. Dengan hasil yang lebih kasar, maka cethe akan terbentuk lebih banyak. Tapi jika proses pendiaman lama, maka hasil yang lebih halus akan di dapat.
IDE AWAL
Ide awal tentang cethe merchandise ini sebetulnya sudah lama dalam pikiran saya sejak dulu. Sewaktu mencethe, saya sering mencoret-coret bungkus rokok maupun koran jawa pos yang ada di warung kopi. Tentunya, belum ada pemikiran lebih jauh untuk membuat bisnis dari cethe ini. Beberapa bulan yang lalu kira-kira bulan mei 2009, saya baru terpikir untuk membuat cethe menjadi sebuah souvernir ketika kakak saya Kakung Priyambodo menyarankan saya untuk menjadikan sebuah cinderamata. Membuat barang yang unik dan kreatif tentunya. Lalu akhirnya, kakak saya yang juga salah satu anggota TNI AL yang berpangkat Mayor itu sampai pada ide untuk membuat lukisan cethe pada barang-barang limbah yang sudah tidak terpakai pada umumnya. Maklum, dia sudah tidak sempat untuk menjadikan idenya itu menjadi kenyataan karena kesibukannya melanjutkan sekolah S2 di Magister of Defence atau menajemen pertahanan di Institut Teknologi Bandung.
Salah satu limbah tersebut bisa dengan memakai daun, kayu ataupun kertas bekas. Daun dan kayu yang sudah kering, biasanya berjatuhan tentunya akan dibuang atau dibakar begitu saja. Dengan mencethe barang-barang tersebut, suatu hal yang pasti barang-barang itu akan menjadi karya seni yang tak kalah unik dan kreatif.
LALU
Saya akhirnya mempunyai ide untuk mengembangkan hal tersebut. Dari lukisan, sampai souvernir dari limbah dan cethe tersebut. Maka dari itu saya memberikan nama dan merek “Cethe Merchandise”. Tidak jauh-jauh, harapan saya, dengan nama ini cethe akan menjadi sebuah souvernir yang khas dan unik yang mampu menembus pasar nasional. Membawa nama Tulungagung yang cantik dan unik. Memikat siapa saja yang kesana. Bersama kenangan indah yang tak pernah terlupakan dengan melihat merchandise tersebut.
DI SURABAYA
Pada perjalanannya, cethe merchandise saya teliti dan saya buat di Surabaya. Maklum, masih kuliah meneruskan jenjang S1 dan mempunyai bisnis kecil-kecilan di sana. untuk pengembangan motif cethe saya menghubungi teman saya yang bernama Manet dan Agus Yulianto yang berada di Boyolangu waktu pernikahan pak Mujianto tanggal 22 mei 2009, tetangga belakang rumah yang juga seorang Bayan tersebut. Saya berharap, koordinasi bisa tetap saya lakukan meski saya berada di Surabaya. Melihat keterbatasan sarana yang ada, akhirnya saya menempati rumah kakak saya yang berada di Sidoarjo. Disana saya memajangkan barang “dagangan” saya. Dari proses pembuatan sampai proses penjualan saya lakukan di rumah yang beralamat di gedangan sidoarjo tersebut. di rumah yang kakak saya mau menyewakannya itu, saya sekalian menjaga rumah kalau-kalau ada yang mau menyewa yang saya namai Galeri Cethe Merchandise itu.
DARI GRATIS UNTUK REFRESH LAUNDRY SERVICE
Untuk iklan, saya masih mengandalkan internet dan dari mulut ke mulut. Soalnya, cethe merchandise saya bagikan secara gratis untuk souvernir bagi para pelanggan Refresh Laundry Service yang saya rintis dan sekarang masih berkembang di surabaya.
Surabaya, 9 Juni 2009
0 komentar:
Posting Komentar